Rabu, 26 November 2025

Opini tentang Makan Bergizi Gratis (MBG)

Pemerintahan Prabowo-Gibran telah bertekad memberikan anak-anak Indonesia yang masih berada diusia sekolah dan ibu hamil makan bergizi gratis (MBG) . Program ini menyasar 82 juta anak sekolah se Indonesia yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Dari awal program ini berjalan sampai dengan saat ini sudah menyasar 36,7 juta Anak sekolah dan menghabiskan biaya sekitar lebih dari 21 triliun hingga Oktober 2025 (Sumber : BGN 20 Oktober 2025). Dengan adanya program ini diharapkan anak Indonesia menjadi lebih sehat dan cerdas. Program ini salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas gizi anak. Sebagai persiapan untuk menghadapi generasi emas 2045. 

Program MBG memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian masyarakat sangat mendukung dengan adanya program tersebut. Namun tidak sedikit juga yang menolak dengan alasan masih banyak infrastruktur berupa jalan terutama dipelosok yang perlu segera ditangani karena merupakan urat nadi perekonomian masyarakat. Sebut saja salah satu contoh infrastruktur yang sangat memprihatinkan yaitu di kabupaten katingan propinsi kalimantan tengah. Jalan menuju katingan bagian utara yaitu kecamatan katingan hulu jauh dari kata layak. Setiap hari masyarakat harus berjuang melewati jalan berlumpur ketika musim hujan tiba. Akhir-akhir ini salah satu postingan dari konten kreator yang bernama yongki yong memperlihatkan kondisi jalan yang lebih mirip seperti kubangan kerbau. Rasa lelah dan resikopun harus ditanggung oleh para driver dan penumpang demi sampainya di sebuah tujuan yaitu ibu kota kecamatan. 

Lalu, perlukah MBG dilaksanakan di kabupaten katingan? 

Saya beropini program MBG memang bagus, tapi untuk saat ini kabupaten katingan lebih membutuhkan infrastruktur yang memadai terutama wilayah katingan hulu sampai kecamatan bukit raya. Kalau kita melihat hasil alam di kabupaten katingan tergolong melimpah yang masih bisa di manfaatkan oleh penduduk sebagai sumber makanan bergizi tanpa bantuan pemerintahpun masyarakat mampu memperolehnya. Tingkat pengangguran di Kabupaten katingan secara khusus daerah katingan hulu tergolong sangat rendah dan hampir semua penduduk yang berusia produktif semuanya memiliki pekerjaan baik di sektor formal maupun nonformal. Jika penduduk telah memiliki pekerjaan maka tidak ada kendala untuk memenuhi gizi anak di rumahnya masing-masing sehingga pemerintah tidak perlu terlalu jauh ikut campur mengatur urusan dapur masyarakat karena itu menjadi tanggung jawab dari orang tuanya. Lain halnya dengan infrastruktur, masyarakat tidak mampu mengadakan sendiri, maka disini perlu intervensi dari pemerintah selaku pemegang mandat rakyat. Lalu, bisakah MBG itu di tunda pelaksanaanya di Kabupaten Katingan secara khusus di katingan hulu, yang mana anggarannya di alihkan saja untuk membangun infrastruktur. Entahlah hanya mereka yang tau, birokrasi kita terkenal dengan birokrasi yang kaku dan berbelit-belit. Sehingga jika ada pekerjaan yang bertentangan dengan regulasi meskipun itu baik maka dianggap melanggar. Justru sebaliknya jika ada pekerjaan yang sesuai regulasi meskipun manipulatif maka dianggap sah. Sampai kapan masyarakat harus merasakan penderitaan, sudah 80 tahun Indonesia merdeka. Namun kehidupan masyarakar masih jauh dari kata sejahtera. Sudahkah kita benar-benar merasakan kemerdekaan itu. Tanyakan saja kepada rumput yang bergoyang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar